Jumat, 02 April 2010

Pemberontakan Lucifer

Disadur dari buku Lucifer Exposed oleh Derek Prince
Penulis: Fajar Yehuda, 4 April 2010

A. SANG BINTANG TIMUR

Dalam Yesaya 14, kita diperkenalkan dengan makhluk yang disebut Lucifer. Dalam akar bahasa latinnya, Lucifer berarti “ia yang membawa terang”. Dalam bahasa Ibrani, kata ini diterjemahkan sebagai “bintang fajar”. Dalam bahasa manapun, Lucifer digambarkan sebagai makhluk terang, bercahaya dan mulia. Saya percaya bahwa ia adalah yang disebut sebagai penghulu malaikat. Kata penghulu dalam akar bahasa Yunaninya, berarti “memerintah”.

Kata yang sama muncul dalam kata archbishop “uskup kepala”, uskup yang mengepalai uskup-uskup lainnya. Jadi, penghulu malaikat adalah malaikat yang memerintah atas malaikat-malaikat lainnya. Jadi, Lucifer adalah salah satu dari penghulu malaikat utama, bersama-sama dengan Mikhael dan Gabriel. Akan tetapi, sampai pada taraf tertentu, Lucifer membuat kesalahan yang berat. Ia menjadi begitu terpaku dengan kemuliaannya sendiri sehingga ia mencoba membuat dirinya menyamai Allah dan berbalik menjadi pemberontakan menentang Pencipta-nya. Pada titik ini sangat menarik untuk membandingkan pemberontakan Lucifer dengan ketaatan Yesus. Lucifer adalah makhluk ciptaan, tidak sejajar dengan Allah, yang mencari kesetaraan dengan Allah sehingga jatuh. Mengenai Yesus, Filipi 2:6 mengatakan, “yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan.” Yesus itu setara dengan Allah, merendahkan diri-Nya dan pada akhirnya diangkat tinggi.

Kembali pada Yesaya, kita melihat motivasi pemberontakan Lucifer.
“Wah engkau sudah jatuh dari langit, hai bintang timur, putera Fajar, engkau sudah dipecahkan dan jatuh ke bumi, hai yang mengalahkan bangsa-bangsa!”
(Yesaya 14:12)


Perhatikan perkataan “Aku hendak” yang muncul lima kali dalam dua ayat selanjutnya. Ini menerangkan rencana yang disusun oleh makhluk itu untuk menantang kehendak Allah.
“Engkau yang tadinya berkata dalam hatimu: Aku hendak naik ke langit, aku hendak mendirikan tahtaku mengatasi bintang-bintang Allah, dan aku hendak duduk di atas bukit pertemua, jauh di sebelah utara. Aku hendak naik mengatasi ketinggian awan-awan, hendak menyamai Yang Mahatinggi!”
(Yesaya 14:13-14)


Ambisi Lucifer adalah untuk mengangkat dirinya sampai pada posisi kesetaraan dengan Allah. Ia menganggap dirinya begitu bijaksana, begitu cantik, dan begitu mulia hingga ia jelas-jelas berpikir tentang dirinya, “aku dapat menjadi Allah”. Firman Tuhan (Wahyu 12:4) menyatakan bahwa Lucifer perlahan-lahan merusak kesetiaan sepertiga malaikat Allah dan menyeret mereka ke pihaknya dalam pemberontakannya dan dalam kejatuhannya. Sebagai tanggapannya, Allah berkata, “Sebaliknya, ke dalam dunia orang mati engkau diturunkan, ke tempat yang paling dalam di liang kubur.” (Yesaya 14: 15).

Dalam Yehezkiel 28, kita memperoleh gambaran lain tentang makhluk yang terkenal jahat ini. Pasal ini dibagi menjadi dua bagian, masing-masing adalah ratapan dan pemberitahuan tentang kesengsaraan. Bagian yang pertama berpusat pada pangeran Tirus; yang kedua tentang raja Tirus. Jika diteliti dengan seksama, kita tahu bahwa pangeran Tirus adalah manusia. Dinyatakan dengan jelas bahwa ia adalah manusia walaupun ia menyatakan dirinya sebagai allah. Di lain pihak, sama jelasnya bahwa raja Tirus itu bukanlah manusia. Dalam pasal ini, kita diberi kilasan tentang bagaimana Iblis bekerja. Ada pemerintah/penguasa manusia, pangeran Tirus, dan dibelakangnya, dalam alam yang tidak kelihatan, ada penguasa Iblis, raja Tirus. Penguasa manusia itu tidak lebih dari sebuah boneka yang bergerak dengan tali-tali dari alam yang tidak kelihatan, yang mendikte gerakan-gerakannya.

“Hai anak manusia, ucapkanlah suatu ratapan mengenai raja Tirus dan katakanlah kepadanya: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Gambar dari kesempurnaan engkau, penuh hikmat dan maha indah. Engkau di taman Eden, yaitu taman Allah penuh segala batu permata yang berharga: yaspis merah, krisolit dan yaspis hijau, permata pirus, kripsopras dan nefrit, lazurit, batu darah dan malakit. Tempat tatahanmu diperbuat dari emas dan disediakan pada hari penciptaanmu.”
(Yehezkial 28: 12-13)


Secara luas telah diterima olah para ahli Alkitab bahwa Lucifer bertanggung jawab memimpin orkestra penyembahan di sorga. Ia adalah ahli musik dan terus memakai musik sebagai alat untuk menarik orang sampai pada hari ini. Dalam Yehezkiel 28: 14, Lucifer digambarkan sebagai “kerub yang berjaga”. Tampak bahwa Lucifer telah menudungi dengan sayapnya tempat menifestasi kemuliaan Allah di bait-Nya, sama seperti kerub di tabernakel Musa yang menudungi tutup pendamaian dan tempat dimana kemuliaan Allah yang terlihat tampak. Ini digambarkan dalam Keluaran 37: 9 “Kerub-kerub itu mengembangkan kedua sayapnya ke atas, sayap-sayapnya menudungi tutup pendamaian itu dan mukanya menghadap kepada masing-masing; kepada tutup pendamaian itulah menghadap muka kerub-kerub itu.”

Kuberikan tempatmu dekat kerub yang berjaga, di gunung kudus Allah engkau berada dan berjalan-jalan di tengah batu-batu yang bercahaya-cahaya. Engkau tidak bercela di dalam tingkah lakumu sejak hari penciptaanmu sampai terdapat kecurangan kepadamu. Dengan dagangmu yang besar engkau penuh dengan kekerasan dan engkau berbuat dosa. Maka Kubuangkan engkau dari gunung Allah dan kerub yang berjaga membinasakan engkau dari tengah-tengah batu yang bercahaya.
(Yehezkiel 28: 14-16)


Laporan dari Yehezkiel 28: 12-15 tersebut menimbulkan dua pertanyaan. Pertama, dari wilayah langit mana Lucifer dibuang? Kedua, ke wilayah mana ia dibuang?
Secara pribadi, saya tidak percaya bahwa Lucifer mempunyai mempunyai akses ke langit (sorga) ketiga atau pernah menyusun pemberontakannya di sana. Kesan saya mengenai langit (sorga) ketiga adalah itu merupakan tempat kekudusan yang begitu total sehingga tidak ada dosa jenis apapun yang dapat hadir di sana. Akan tetapi, itu hanyalah kesan pribadi! Saya tidak pernah menemukan perikop mana pun di dalam Kitab Suci yang menggambarkan lokasi spesifik ke mana Lucifer dan para pengikutnya dibuang, tetapi agaknya mereka mendirikan kerajaan tandingan mereka di wilayah lain di langit, barangkali di suatu tempat di tengah-tengah langit. (War in Heaven, hal. 38 par.1-3)

Di dalam Kitab Suci setidaknya ada tiga wilayah yang berbeda yang disebut “langit” atau “sorga”. Pertama, langit yang terlihat di atas kita. Berikutnya adalah tengah langit yang digambarkan dalam Wahyu 8:13; 14:16 dan 19:17. Akhirnya, langit ketiga adalah yang tertinggi di antara semua dan merupakan tempat kudus kediaman Allah, tempat yang Salomo maksudkan dalam 2 Tawarikh 2:6 sebagai “langit yang mengatasi segala langit”: “Tetapi siapa yang mampu mendirikan suatu rumah bagi Dia, sedangkan langit, bahkan langit yang mengatasi segala langit pun tidak dapat memuat Dia?” (War in Heaven, hal. 38 par.4)

(16) Dengan dagangmu yang besar engkau penuh dengan kekerasan dan engkau berbuat dosa. (18) Dengan banyaknya kesalahanmu dan kecurangan dalam dagangmu engkau melanggar kekudusan tempat kudusmu.”
(Yehezkiel 28: 16,18)


Kini marilah kita berhenti sejenak untuk menyelidiki kata yang menarik yang muncul dalam perikop ini: kata “dagang” dalam bahasa Ibrani berarti “naik turun sebagai orang yang suka bercuap-cuap, seorang penghasut, dengan rahasia, menyebarluaskan hasutan.” Hari ini kita menyebutnya berkampanye atau melobi. Bagitulah caranya Lucifer merampas kesetiaan para malaikat; dengan bolak-balik menyatakan pada dasarnya, “lihatlah aku. Lihatlah bagaimana cantik dan pintarnya aku? Bukankah kamu pikir aku akan menjadi penguasa yang jauh lebih baik daripada Allah di atas sana? Dan tahukah engkau, Allah tidak benar-benar menghargai engkau. Bila engkau bergabung dengan aku, aku akan memberikan kepadamu posisi yang jauh lebih tinggi dalam kerajaanku daripada yang kau miliki saat ini.”

Jelaslah, semua ini tidak terjadi tiba-tiba atau bahkan dalam beberapa hari. Kita tidak tahu cara mengukur waktu yang dibutuhkan Lucifer untuk mendorong pemberontakannya, tetapi cukup lama bagi dia untuk mengatur sebuah revolusi yang direncanakan secara cermat melawan Allah dan membujuk kira-kira sepertiga malaikat untuk bergabung dengannya. (War in Heaven, hal.40 par.2)

Marilah melihat beberapa penggunaan kata “dagang” supaya dapat melihat keakuratan gambarannya, “Janganlah engkau pergi kian kemari menyebarkan fitnah di antara orang-orang sebangsamu” (Imamat 19:16). Ayat ini menggambarkan pemfitnah, seorang yang membawa sindiran dan tuduhan yang tidak benar. Lucifer mendakwa Allah dengan tidak benar, mendakwa Allah sebagai seorang yang memerintah dengan sewenang-wenang, seorang dictator yang hanya mempedulikan kebesaran dan kemuliaan-Nya sendiri, dengan tidak ada penghargaan bagi para malaikat yang telah melayani-Nya dengan begitu setia ini.

Dalam Amsal 11:13, kata yang sama digunakan kembali, “Siapa mengumpat, membuka rahasia, tetapi siapa yang setia, menutupi perkara.” Kita melihat suatu pertentangan atau lawan dari pengumpat adalah orang yang memiliki “roh yang setia.”

Dalam Amsal 20, ada contoh lainnya yang sangat jelas dari kata yang sama, “Siapa mengumpat, membuka rahasia, sebab itu janganlah engkau bergaul dengan orang yang bocor mulut.” (ayat 19). Pengumpat dan orang yang bocor mulut sangat erat hubungannya satu sama lainnya. Dengan kata lain, Lucifer menyanjung-nyanjung malaikat-malaikat ini supaya percaya bahwa ia akan memberikan kepada mereka tawaran yang jauh lebih baik daripada yang Allah berikan kepada mereka. Ini sangat jelas bagi saya karena saya acapkali telah melihat aktivitas ini diantara manusia, di gereja-gereja dan tempat-tempat lain. Dan tepat, pribadi yang samalah yang berada dibalik aktivitas itu, disepanjang sejarah. Sanjungan dan kebohongan adalah cara Lucifer melakukan berbagai hal.

Dalam Yeremia 6:28 dan 9:4, dan Yehezkiel 22:9 kata ini diterjemahkan sebagai “pemfitnah”. Itu adalah kata yang sama dalam bahasa Ibrani: pengumpat, pemfitnah, orang yang kesana kemari menabur ketidakpuasan dan ketidaksetiaan dengan menggunakan sanjungan dan otoritas yang digambarkan dengan salah.


B. KESOMBONGAN: DOSA ASAL

Apakah motivasi awal Lucifer? Apakah dosa yang pertama? Kesombongan. Dosa yang pertama terjadi di sorga, bukan di bumi. Itu bukan kemabukkan, itu bukan perzinahan dan bukan itu bukan kebohongan. Itu adalah kesombongan. Dan dosa itu masih merupakan yang paling mematikan dari segala dosa. Ada banyak orang yang datang ke gereja yang tidak akan bermimpi untuk melakukan perzinahan atau menjadi mabuk namun dengan gampang terpikat ke dalam kesombongan tanpa menyadari betapa berbahayanya sesungguhnya kesombongan itu.

Penghulu malaikat Lucifer begitu cantik hingga ia menjadi sombong. Transisi dari penghulu malaikat Lucifer kepada Iblis digenapi melalui kesombongannya. Lucifer selama itu bertanggung jawab atas tempat kudus Allah di sorga. Ia yang bertanggung jawab atas penyembahan. Ia adalah kerub yang menutupi tempat di mana hadirat Allah bermanifestasi. Ia bertanggung jawab atas musik. Ia adalah seorang artis. Ia sangat berhasil. Kemudian ia memberontak dan ia jatuh. Kesombongan!

Barangkali anda tidak pernah membayangkan perilaku seperti ini di kalangan malaikat di langit. Namun, seperti sudah saya sebutkan di muka, tindakan pemberontakan yang dihasilkannya bermula di sorga dan bukan di bumi. Lebih jauh, Iblis tidak pernah perlu mengubah taktiknya entah di sorga atau di bumi karena satu alasan: karena taktik tersebut selalu berhasil! Sebagai ahli fitnah, ia terus berusaha merusak berbagai bentuk otoritas yang Allah sudah tetapkan baik di gereja maupun di dunia. Ketika Lucifer dibuang dari langit, ia tidak menghentikan pemberontakkannya, tetapi ia melanjutkannya dengan mendirikan kerajaannya sendiri yang berlawanan dengan kerajaan Allah. (War in heaven, hal.40 par 4-5).

Seperti yang dikutip dari Yesaya 14: 12-15, Lucifer mengadakan lima pernyataan berturut-turut yang didahului dengan frasa “Aku hendak”. Ia berkata, “Aku hendak naik ke langit…….Aku hendak mendirikan tahtaku…….Aku hendak duduk di atas bukit pertemuan……Aku hendak naik mengatasi ketinggian awan-awan.” Akhirnya tibalah klimaksnya, “Aku hendak menyamai Yang Maha Tinggi.” Ambisis Lucifer yang meninggikan dirinya sendiri adalah penyebab kejatuhannya. Kitab Suci menghadapkan kita dengan suatu kontras yang disengaja di antara Lucifer dan Yesus. Lucifer bukan dalam bentuk Allah; Ia adalah makhluk ciptaan. Ia tidak mempunyai hak untuk setara dengan Allah. Namun ia berusaha merebut kesetaraan dengan Allah, dan ketika ia naik, ia terpeleset dan jatuh. Sebaliknya, Yesus memang memiliki sifat ilahi yang kekal dan memang setara dengan Allah. Ia tidak perlu berusaha merebutnya tetapi Ia malah merendahkan diri-Nya. (War in heaven, hal. 43, par. 2-3)

Yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. (Filipi 2: 6-8)

Dalam Lukas 14: 11, Yesus menyatakan prinsip ini dengan sangat jelas: “Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” Ini adalah prinsip yang mutlak. Tidak ada pengecualian! JALAN UNTUK NAIK ADALAH TURUN. Itulah prinsip kerajaan Allah. Seperti dinyatakan dalam Amsal 18:12, “Kerendahan hati mendahului kehormatan.” (War in Heaven, hal.46 par.2-3)

Allah sudah dihadapkan dengan pemberontakan dikalangan makhluk malaikat, makhluk dengan kecantikan, kekuatan serta kecerdasan yang menakjubkan. Bagaimana Allah berespon? Aapakah Ia menciptakan lebih banyak lagi penghuni langit yang penuh keagungan- makhluk dengan kecantikan dan kekuatan serta kecerdasan yang lebih lagi? Tentu saja Ia akan melakukan itu kalau mau. Namun, kenyataannya, Ia melakukan hal yang sangat berlawanan. Ia menjangkau ke bawah bukan ke atas. Ia menciptakan satu ras baru dari sumber paling rendah yang tersedia dari bumi. Nama makhluk yang Ia ciptakan adalah “Adam”.



C. RENCANA ALTERNATIF ALLAH

Untuk meniadakan segala akibat pemberontakan Lucifer, Allah memikirkan satu rencana alternatif. Karena kesombongan telah menjadi akar dari pemberontakan Lucifer, respon Allah adalah membuat ciptaan jenis lain - ciptaan yang ditakdirkan untuk mengambil alih tempat Lucifer. Ciptaan baru yang Allah pikirkan untuk tujuan ini adalah manusia atau dalam bahasa Ibraninya, ia disebut “Adam”, camkanlah bahwa Adam adalah nama yang tepat dan juga nama bagi ras kita.

Nama ini diambil langsung dari kata Ibrani adamah, yang berarti “bumi”. Ras Adam adalah ras bumi. Namun, pemwahyuan Kitab Suci yang tersingkap membuat jelas bahwa Allah memiliki maksud bagi ras Adam, suatu takdir yang lebih tinggi daripada para malaikat. Penting untuk menyadari bahwa penciptaan Adam dan ras Adam adalah bagian dari respon Allah terhadap pemberontakan Lucifer. Dalam pengertian tertentu, ras baru ini dirancang untuk memenuhi takdir dari mana Lucifer telah jatuh dan bahkan lebih tinggi dari itu. Inilah salah satu alasan utama mengapa Lucifer (Iblis) menentang ras kita sebagai pihak yang akan menggantikan dia dan masuk ke dalam takdir yang yang ia telah gagal untuk raih.

Allah menciptakan Adam dengan unik, berbeda dari ciptaan lainnya. Ada sesuatu yang special dengan cara penciptaan Adam yang didesain dalam pikiran Pencipta untuk menghalangi kesombongan. Adam berasal dari sumber yang berbeda dari makhluk ciptaan lainnya yang kita ketahui: yang terendah, yang tersederhana. Akan tetapi Allah memampukan dia untuk menjadi yang tertinggi. Allah mengkombinasikan di dalam diri Adam, yang terendah dan yang tertinggi. Ini adalah gambaran penciptaan Adam dalam Kejadian.

Ketika itulah TUHAN Allah memebentuk manusia itu [Adam] dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup [atau “jiwa”, KJV]. (Kejadian 2:7)

Kegagalan yang lazim dilakukan oleh orang yang mempelajari Alkitab adalah mengasumsikan bahwa hal ini adalah sejarah alam semesta yang diringkas, tetapi sebenarnya tidak demikian. Ini adalah sejarah dari manusia tertentu bernama Adam dan keturunannya. Aspek lain dari sejarah dimasukkan hanya karena hal ini membantu kita memahami bagaimana Allah berurusan dengan Adam. Kegagalan untuk memahami tujuan khusus ditulisnya Alkitab telah menjadi sumber yang berdampak banyak - tetapi tidak semua – terhadap konflik yang rupanya muncul antara catatan Alkitab dan ilmu pengetahuan sekuler. Fokus ilmu pengetahuan adalah umum dan mencakup keseluruhan sejarah alam semesta. Sebaliknya, fokus Alkitab dibatasi dan spesifik. Alkitab berurusan dengan satu pria, Adam, dan keturunannya. Disini tidak dikatakan apapun tentang ras lain yang mungkin sudah ada. Alkitab tidak menyangkal keberadaan mereka, tetapi hanya sedikit atau malah tidak mengatakan apa pun tentang mereka.

Mengapa satu orang ini, Adam, menjadi begitu penting? Karena Allah telah menetapkan bahwa melalui keturunan Adam, Ia akan mengirim ke bumi Anak-Nya yang tunggal dan dikasihi-Nya – Tuhan Yesus Kristus. Ini menjadikan ras Adam berbeda dengan takdir semua ras lain yang pernah ada. Ingatlah bahwa “Adam” adalah nama diri. Di manapun kita membaca “anak manusia” di dalam Perjanjian Lama, ini sebenarnya mengatakan “anak Adam”. Tema utama Alkitab adalah satu pria ini, Adam dan keturunannya. Saya percaya bahwa metode penciptaan Adam dan hubungannya dengan Allah yang berkembang dari sana memang unik. Namun di dalam Kitab Suci saya tidak menemukan apa pun yang menyiratkan bahwa Adam adalah makhluk pertama atau satu-satunya dari suatu jenis yang serupa dengan manusia yang pernah hidup di bumi. Saya pikir ada kemungkinan bahwa ada satu atau lebih ras lain sebelum Adam, tetapi Alkitab tidak berurusan dengan mereka. Alkitab terutama adalah pewahyuan yang diberikan kepada kita sebagai anggota ras Adam untuk memberitahu kita hal-hal yang perlu kita ketahui demi kepentingan rohani kita. (War in Heaven, hal. 25 par. 1-3)

Salah satu dari julukan utama yang diberikan kepada Yesus didalam Perjanjian Baru adalah “Anak Manusia”. Julukan ini adalah terjemahan langsung dari frasa Ibrani Ben Adam – yaitu, “Anak Adam”. Sebenarnya, Yesus sendiri menggunakan julukan ini lebih dari delapan puluh kali di dalam Kitab-kitab Injil. Ia sengaja menyamakan diri-Nya sebagai Anak Adam. Belakangan, dalam 1 Korintus 15: 45, rasul Paulus menyebut Yesus “Adam terakhir”. Sebagai keturunan biologis, Yesus sama sekali bukan wakil terakhir dari ras Adam. Ribuan keturunan Adam sudah lahir sejak masa-Nya akan tetapi Ia adalah yang “terakhir” dalam pengertian bahwa Ia sepenuhnya dan akhirnya mengakhiri kejahatan yang sudah ditimpakan atas ras-Nya. (War in Heaven, hal. 26 par.1-2)

Dihadapkan dengan pemberontakan baik olah Adam maupun Hawa, Allah menjalankan “rancangan rahasia”-Nya yang disusun dalam kekekalan. Menurut sejarah, rancangan ini tersingkap dalam kehidupan, kematian dan kebangkitan Yesus. Yesus, Anak Adam, adalah “senjata rahasia” Allah. (War in Heaven, hal. 26 par. 3).

MENURUT GAMBAR-NYA (disadur dari War in Heaven, hal.54-57)

Kejadian 1: 27, menggambarkan klimaks dari proses Allah menciptakan manusia. “Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya”. Allah tidak berhenti dalam proses penciptaan ini sebelum Ia mewujudkan keserupaan-Nya. Begitu pula halnya dalam penciptaan baru di dalam Kristus, Allah tidak berhenti sebelum Ia mewujudkan di dalam kita keserupaan diri-Nya. Inilah tujuan-Nya yang utama.

Dalam Kejadian 2: 7, satu gelar baru diberikan kepada Allah: “TUHAN Allah”. Orang Ibrani sebenarnya mengatakan “Yahweh Allah” atau “Yehova Allah”. Ini adalah nama diri (pribadi).

Dalam Kejadian 1, kita mempunyai kata “Allah”. Akan tetapi dalam Kejadian 2, ditamnahkan nama suci “Yahweh”. Ini signifikan karena Kejadian 1 menggambarkan penciptaan umum, sementara dalam Kejadian 2 penekanannya adalah pada penciptaan Adam sebagai pribadi. Pengenalan nama pribadi Allah, “Yahweh”, menandakan bahwa Allah sebagai Pribadi, menciptakan Adam juga sebagai seorang pribadi. Ini menegakkan suatu hubungan pribadi yang unik antara Allah sebagai Sang Pencipta dan Adam sebagai makhluk ciptaan.

Ada ciri unik lebih lanjut menganai Adam yang agaknya membedakan dia dengan makhluk lain ciptaan Allah. Yang paling signifikan adalah cara penciptaan Adam. Dalam Kejadian 2:7 kita membaca, “TUHAN [Yahweh] Allah membentuk manusia itu dari debu tanah.”(cetak miring ditambahkan). Kata “membentuk” umumnya digunakan oleh pembuat tembikar yang membuat bejana dari tanah liat. Laporan tersebut menggambarkan sebuah wadah tanah liat yang sedang dibentuk secara ahli menjadi patung paling sempurna yang pernah ada di bumi, namun ini hanyakah suatu bentuk tak bernyawa dari tanah liat hingga Allah menanamkan Diri-Nya di dalamnya. “……[“Allah Yahweh”] menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.” (Kejadian 2: 7).

Dalam bahasa Ibrani asli, Kejadian 2:7 luar biasa hidup dan dramatis. Dalam bahasa Ibrani, “bunyi” suatu kata seringkali menggambarkan apa yang digambarkan oleh kata itu sendiri. Sebagai contoh, kata Ibrani untuk botol adalah bak-buk, yang menirukan bunyi mendeguk dari air yang dituang kaluar dari botol. Serupa halnya, dimana Kitab Suci mengatakan, “Ia menghembuskan nafas ke dalam hidungnya,” kata Ibrani untuk “menghembuskan” adalah yi-pach, Secara fonetik, bunyi p di tengah di sebut ‘plosive’, dengan kata lain ini dihasilkan dengan letupan kecil yang disertai hembusan tajam, sebaliknya bunyi parau bahasa Ibrani chet, ch pada akhir kata yi-pach, terdiri atas suatu hembusan nafas berkesinambungan yang keluar dari kerongkongan. Jadi, frasa total yi-pach menunjukkan ada pengeluaran paksa yang tajam dari nafas yang diikuti dengan aliran udara keluar yang berkesinambungan. Ini bukanlah desah yang lembut. Ini adalah pengeluaran paksa yang tajam dan otoriter dari nafas ilahi ke dalam hidung dan mulut tanah liat itu.

Pasal pembuka pada kitab Kejadian mengungkapkan “kehidupan” pada dua tingkat yang berbeda: roh dan jiwa. Masing-masing dengan jelas diilustrasikan oleh kata Ibrani yang digunakan. Kata Ibrani untuk roh adalah ruach dimana huruf terakhir, chet, menggambarkan suatu hembusan terus menerus yang tidak bergantung pada sumber luar. Sebaliknya, kata Ibrani untuk jiwa adalah nefesh. Ini menggambarkan kehidupan yang harus menerima sebelum dapat memberi. Nefesh dimulai dengan tarikat nafas yang diikuti dengan hembusan nafas yang sudah dihirup. Dalam bahasa Ibrani, satu cara utama untuk membedakan jamak adalah dengan menambahkan dua huruf, im , yang dilafalkan eem. Ahiran im adalah bentuk jamak yang normal dalam bahasa Ibrani. Dalam ayat pertama Kitab Suci sendiri, kita mempunyai dua kata berakhiran im. Kata Allah (Elohim) dan kata sorga atau langit (shamaim) keduanya berbentuk jamak, dan ini berlaku juga pada kata “kehidupan” (chaim). Ada dua bentuk kehidupan sebagaimana kita ketahui: kehidupan roh dan kehidupan jiwa. Allah menghembuskan ke dalam hidung Adam nafas kehidupan (chaim), kehidupan (dalam bentuk jamak) yaitu dalam semua bentuknya.

Cara penciptaan manusia sangat unik. Saya sekarang tidak berbicara tentang pembentukan tubuh dari tanah liat, melainkan tentang fakta bahwa Allah menghembuskan kehidupan langsung ke dalam diri manusia. Dengan cara ini, Allah dan manusia berada dalam konfrontasi langsung, berhadapan muka dengan muka. Saya percaya ini memperlihatkan bahwa manusia, dari semua makhluk di alam semesta, mempunyai kapasitas unik untuk akses langsung ke dalam hadirat Allah dan untuk persekutuan terus menerus dengan Allah. Ini berarti bahwa ada sesuatu di dalam manusia yang secara unik berhubungan dengan sesuatu di dalam Allah. Ada satu kata untuk mengekspresikannya: PERSEKUTUAN. Tujuan tertinggi Injil adalah membawa manusia kembali ke dalam persekutuan dengan Allah.



D. SERANGAN BALASAN IBLIS

Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa [nefesh] dan roh [ruach],….. (Ibrani 4: 12)

Iblis, malaikat yang telah jatuh, musuh Allah dan manusia, membalas dendam. Ia memiliki kebencian yang khusus terhadap manusia untuk dua alasan. Pertama, ia dapat menyerang gambar Allah dalam diri manusia. Anda lihat, manusia nyata-nyata menggambarkan Allah kepada seluruh makhluk ciptaan. Iblis tidak dapat menjamah Allah sendiri, namun ia dapat memerangi gambar Allah itu sendiri, yang ada dalam diri manusia. Kesukaannya adalah untuk mencemarkan gambaran itu, untuk menghancurkannya, untuk mempermalukannya. Dan untuk mencapai hasil itu ia bekerja tak kenal lelah. Alasan kedua mengapa Iblis memiliki kebencian yang begitu rupa kepada manusia adalah karena fakta bahwa manusia ditakdirkan untuk mengambil daerah kekuasaan Iblis. Dari sejak penciptaan manusia, Iblis melihat manusia sebagai saingan yang perlu ia singkirkan. Ironisnya, Iblis menyababkan kejatuhan manusia lewat motivasi yang sama, yang menyebabkan kejatuhannya sendiri. Proses itu digambarkan dalam Kejadian 3. Dalam rupa (perantaraan) ular, Iblis masuk ke dalam taman, di mana Allah telah menempatkan Hawa dengan Adam dan mencobai mereka untuk masuk dalam ketidaktaatan dan pemberontakan.

Adapun ular ialah binatang yang paling cerdik dari segala binatang di darat yang dijadikan oleh TUHAN Allah. Ular itu berkata kepada perempuan itu: “Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya bukan?” Lalu sahut perempuan itu kepada ular itu: “Buah pohon-pohonan dalam taman ini boleh kami makan, tetapi tentang buah pohon yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman: Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati.” Tetapi ular itu kepada perampuan itu: “Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.” (Kejadian 3: 1-5)

Dalam kecemasan hati, kita semuanya terlalu terbiasa dengan catatan sejarah ini. Hawa dibujuk lewat pencobaan oleh Iblis, si ular, mengulurkan tangannya, mengambil buah itu dan meyakinkan suaminya untuk bergabung bersamanya dalam ketidaktaatan. Saya hendak menunjukkan tiga tahapan spesifik dari pencobaan, suatu cara bagaimana Iblis datang menentang Adam dan Hawa untuk mencobai mereka agar memberontak.

Serangan pertama, Iblis diarahkan menentang firman Allah, yang Allah sampaikan kepada Adam dan Hawa. Allah berkata kepada Adam, “Tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kau makan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati” (Kejadian 2:17). Pendekatan pertama Iblis adalah dengan cara mempertanyakan firman Allah. Ia berkata kepada Hawa, “…..tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kau makan buahnya, bukan?” (Kejadian 3:1). Iblis terlalu terselubung untuk memulainya dengan penyangkalan langsung, jadi ia mulai dengan satu pertanyaan. Motivasinya adalah untuk menghilangkan kepercayaan Hawa kepada firman Allah. Ketika Hawa bermain-main dengan pertanyaan itu, ia kemudian melanjutkan dengan menghilangkan kepercayaan Hawa terhadap Allah sendiri.

Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu: “Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.” (ayat 4-5). Tujuan dari pernyataan ini jelas terlihat dengan sendirinya. Implikasinya adalah Allah itu adalah seorang penguasa yang sewenang-wenang, yang setelah menciptakan Adam dan Hawa, menahan mereka dalam posisi yang lebih rendah daripda posisi yang sepantasnya mereka peroleh. Iblis memberi isyarat bahwa Allah tahu mereka memiliki potensi dan kemampuan untuk menjadi sesuatu yang jauh lebih besar, tetapi Allah menahan mereka dengan sewenang-wenang dan tunduk tanpa alasan. Dalam tahap ini, Iblis berusaha untuk menghilangkan kepercayaan kepada karakter Allah. Ia ingin memberikan gambaran yang salah kepada mereka tentang Pencipta mereka yang penuh kasih dan anugerah. Ia ingin menggambarkan Allah sebagai pemerintah tangan besi dengan menghilangkan kepercayaan kepada firman Allah dan karakter Allah itu sendiri.

Di tahap yang ketiga, Iblis menawarkan kepada Adam dan Hawa motivasi yang sama yang telah menyebabkan kejatuhannya sendiri, yaitu prospek untuk memiliki kesetaraan dengan Allah. Iblis berkata, “tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.”(ayat 5). Sebenarnya ia berkata, “sebenarnya kamu tidak perlu lagi bergantung pada Allah. Engkau akan memiliki pengetahuan yang cukup tentang dirimu sehingga engkau akan menjadi sama seperti Allah.” Itu adalah pencobaan yang sama persis yang mendorong kejatuhannya (ketika ia masih menjadi seorang malaikat): “Aku hendak naik mengatasi awan-awan, hendak menyamai Yang Maha Tinggi! (Yesaya 14:14), kata Iblis. Sekarang Iblis berkata kepada Adam dan Hawa, “Engkau akan menjadi seperti Allah. Posisi penundukan dan ketergantungan ini tidak layak bagimu. Engkau sanggup mencapai tujuan hidup yang lebih tinggi. Menjangkaulah ke atas dan jangkaulah pengetahuan yang akan membebaskan engkau dari ketergantungan yang seperti budak kepada Penciptamu.”

Sangat jelas bahwa dosa Adam adalah salinan dari kesalahan Iblis. Baik Iblis maupun Adam diciptakan pada tingkat tertentu: tingkat yang diberkati, dipilih dan ditunjuk oleh Allah. Namun melalui kesombongan, keduanya mencoba menjangkau kesetaraan dengan Allah. Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa oleh karena motivasi kesombongan yang ditanam oleh tipu muslihat Iblis (kalimat ini ditambahkan, Red).

Ibrani 4: 12 menyatakan bahwa, “Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa [nefesh] dan roh [ruach],…..” Kosekuensi dari ketidaktaatan Adam dan Hawa terhadap firman Allah adalah kematian. Mereka menjadi budak maut, dengan kata lain mereka menjadi budak Iblis. Kematian yang dialami oleh mereka bukan hanya secara jasmani tetapi juga rohani, jadi Iblis mempunyai hak yang sah di alam maut atas roh (ruach) manusia yang memberontak kepada Allah semasa hidupnya. Karena upah dosa adalah maut (Roma 6:23). Camkanlah, Adam belum pernah mempunyai anak sampai ia memberontak, sebagai akibatnya, setiap orang yang diturunkan dari Adam mewarisi sifat memberontak itu. Sifat itu membuat kita tunduk kepada otoritas Iblis.



E. MASIH LEBIH RENDAH

Bagaimana sekarang Allah meresponi kejatuhan Adam? Dalam menciptakan menusia, Allah membungkuk ke debu tanah, namun dalam perelihan dari penciptaan kepada penebusan, Allah membungkuk lebih rendah lagi. Jawaban Allah untuk kesombongan selalu kerendahan hati. Semakin Allah berjumpa dengan kesombongan semakin Ia sendiri menunjukkan kerendahan hati.

Manusia telah jatuh. Ia diasingkan, seorang pemberontak. Namun Allah tidak membiarkan manusia. Puji Tuhan untuk hal itu. Dalam pribadi Yesus Kristus, Allah membungkuk sampai pada tingkat yang paling rendah. Ia mengidentikkan diri-Nya dengan umat manusia yang telah jatuh dan menebus kesalahannya. Kemudian, sebagai puncaknya, Ia meninggikan ciptaan yang telah jatuh, namun ditebus ini ke tempat yang tertinggi di alam semesta dan terus menunjukkan prinsip yang abadi: “Jalan menuju ke atas adalah merendah.”

Karena anak-anak itu [manusia] adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematian-Nya Ia memusnakan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut; dan supaya dengan jalan demikian Ia membebaskan mereka yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut.
(Ibrani 2:14-15)


Di awal saya menunjukkan bahwa ketika Adam memberontak, bukannya menjadi raja, ia malahan menjadi budak, budaknya Iblis, budaknya kematian, budak kehancuran. Ia tidak lagi merdeka. Namun supaya dapat melepaskan Adam dari perbudakan itu, Yesus sendiri mengambil tabiat Adam, rupa manusia. Untuk mengambil bagian dalam kemanusiaan, Ia sendiri mengenakan daging dan darah yang sama seperti yang saya dan anda miliki. Arti hal ini adalah bahwa melalui kematian-Nya, Ia akan menghancurkan dia (Iblis) yang memegang kuasa atas kematian dan membebaskan kita semua yang ditawan dalam perbudakan rasa takut akan kematian.

Dengan kata lain, manusia yang memiliki iman kepada Yesus tidak akan berada dalam kekuasaan Iblis dan alam maut. Iblis tidak mempunyai hak dan otoritas atas jiwa [nefesh] dan roh [ruach] orang-orang yang menaruh imannya dalam Yesus Kristus. (paragraph ini ditambahkan, Red)

Yang menakjubkan, Allah telah menjadikan ciptaan yang telah ditebus ini, yang telah jatuh dan dibangkitkan, menjadi demonstrasi-Nya yang kekal kepada seluruh alam semesta bahwa Allah meninggikan yang terendah ke tempat yang tertinggi. Jangan kehilangan prinsip yang berjalan dalam sepanjang kisah penebusan. Ini bukan hanya sekedar sejarah. Ini adalah tentang prinsip kerja hukum universal: “Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” (lihat lagi Lukas 14:11).

Melalui kematian Yesus, tanpa mengkompromikan keadilan-Nya, Allah dapat mengampuni kita dari segala tindakan-tindakan ketidaktaatan kita di masa lalu. Berapa banyak? Semuanya. Bahkan bila satu dosa saja tertinggal tanpa diampuni, kita tidak akan memiliki hak jalan masuk kepada Allah. Puji Tuhan! Allah telah memungkinkan kita untuk mendapat jaminan bahwa segala tindakan-tindakan dosa kita di masa lalu telah diampuni.



F. KEMENANGAN AKHIR (memfitnah Yesus hal.51-54)

Tanpa salib, tidak akan ada pengampunan, tidak akan ada rekonsiliasi dan tidak akan ada kemenangan akhir atas kematian dan neraka. Salib Kristus adalah pusat yang memegang perkataan dari tujuan-tujuan kekal Tuhan. Penyaliban Yesus sejauh ini merupakan saat terbaik Tuhan sehubungan dengan kita sebagai orang-orang berdosa. Di sana kasih dan keadilan Allah saling dipuaskan, membuatnya mungkin bagi kita untuk didamaikan dengan Yang Maha Kuasa. Kasih Allah ingin menebus kita tetapi keadilan-Nya menuntut kita untuk membayar dosa kita, yang mana itu merupakan `hal yang mustahil bagi orang-orang berdosa. Oleh karenanya, Allah memilih untuk mengambil inisiatif dan memuaskan tuntutan-Nya sendiri.

Di atas kayu salib, kasih dan kekudusan Allah datang bersamaan, setiap sifat perlu dikuatkan dalam ekspresinya yang paling penuh. Kekudusan Allah dikuatkan karena kematian Yesus memuaskan tuntutan Allah yang adil terhadap dosa. John Piper menuliskan, Ada suatu kutuk yang kudus yang tergantung menutupi semua dosa. Menghukum bukan berarti tidak adil. Tindakkan Allah yang merendahkan diri akan didukung…. Oleh karena itu, Allah mengirim Anak-Nya (Pribadi ke-dua tritunggal) sendiri untuk menyerap murka-Nya dan menanggung kutuk bagi semua orang yang percaya kepada-Nya (baca Galatia 3:13). Kasih Allah dikuatkan karena sekarang Allah bebas untuk memperluas pengampunan dan pemberian dari kebenaran-Nya.

Diikuti dengan pemikiran logis: Karena upah dosa adalah maut, dan kita adalah orang-orang berdosa, kita harus mengalami kematian kekal di neraka atau seseorang lainnya harus menggantikan kita supaya kita bebas dari hukuman akhir dosa. Pengganti kita harus memenuhi semua persyaratan Allah akan kekudusan, ketaatan, dan kemurnian yang tidak bercela. Sebagai orang-orang berdosa, karena kodrat dan pilihan, kita tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi tuntutan Allah; hanya Yesus, yang tidak berdosa, memiliki surat kepercayaan ini. Mengutip perkataan Piper kembali, “Jika Allah tidak adil, tidak ada tuntutan bagi Anak-Nya untuk menderita dan mati dan jika Allah tidak mengasihi, tidak akan ada kerelaan bagi Anak-Nya untuk mati dan menderita. Tetapi Allah itu adil dan penuh kasih, oleh karena itu kasih-Nya rela untuk memenuhi tuntutan keadilan-Nya.” Penderitaan Yesus mengerikan karena dosa kita mengerikan.

Kekeristenan mengajarkan bahwa dosa adalah sesuatu yang sangat serius dan kekudusan Allah begitu menuntut sehingga Yang Maha Kuasa tidak dapat tidak memperhatikan dosa. Kekeristenan sependapat dengan Islam bahwa dosa harus dibayar; juga sependapat bahwa jiwa yang berdosa harus mati. Tetapi kekeristenan melanjutkan mengatakan bahwa semuanya akan mati jika Allah hanya memberikan keadilan-Nya pada kita, karena tidak seorangpun yang benar, tidak satupun. Masalahnya adalah bahwa orang-orang berdosa tidak dapat membayar dosa-dosa mereka; hanya pengganti yang kudus yang dapat melakukannya.

Penyaliban dan yang diikuti dengan kebangkitan membuktikan kemenangan Yesus atas dosa dan maut. Salib bukanlah tambahan kepada iman Kristen tetapi merupakan inti dari iman Kristen. Karena disana di luar tembok kota, Kristus digantung telanjang sebagai penanggung dosa bagi mereka yang percaya. Tanpa salib, tidak ada mahkota.